Skip to content
Guru Dion Indonesia
Guru Dion Indonesia
  • Home
  • Dunia Menulis
  • Komputer
  • Galeri Karya
Guru Dion Indonesia
Guru Dion Indonesia

Bahasa Ibu: “Sayang Jika Tak Dikuasai, Teramat Sayang Bila Tak Dilestarikan!” (Bagian 2)

Posted on Februari 23, 2021 By gurudionindonesia

Bahasa Ibu, Teramat Sayang Bila Tak Dilestarikan!

(Sumber foto: https://bangkok.unesco.org )

Oleh:
Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

“Bahasa
Daerah Terawat, Bahasa Indonesia bermartabat,” demikian
tagline
yang dikumandangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesis dalam
Festival Pemertahanan Bahasa Ibu 2021 memperingati Hari Bahasa Ibu
Internasional yang jatuh setiap tanggal 21 Februari.

Tak Kenal Maka
Tak Sayang

Bila
seandainya saja semenjak kecil saya sudah dibiasakan berbahasa
Inggris oleh kedua orang tua saya, maka sudah bisa ditebak bahwa saya
tidak akan berkenalan dengan pengetahuan dan kebudayaan Jawa. Sangat
mungkin ketika saya tengah berbicara dengan orang lain, maka saya
akan lebih mengenal sopan santun ala
orang
bule ketimbang unggah-ungguh
dalam
tradisi Jawa.

Dalam
unggah-ungguh
(tingkatan)
berbahasa Jawa, terdiri dari empat, yaitu: ngoko
lugu, ngoko alus, krama lugu,
dan
krama inggil.
Perbedaan
kosakata atau pemilihan kata diberlakukan karena adanya perbedaan
usia dan tujuannya dalam relasi sosial sehari-hari. Sedangkan bila
kita memakai bahasa Inggris, maka tingkatan berbahasa tersebut
praktis tidak akan kita temukan.

Dari gambaran di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ternyata
pengetahuan dan kebudayaan daerah setempat sangat erat kaitannya
dengan bahasa daerah masing-masing, di mana pengetahuan dan
kebudayaan daerah tersebut tumbuh dan berkembang. Sehingga otomatis
bila bahasa daerahnya tidak kita kuasai, maka hampir mustahil kita
akan dapat mempelajari pengetahuan dan kebudayaan daerah tersebut.

Artinya,
jika misalnya kedua orang tua kita aslinya berasal dari suku Jawa,
maka jika sejak kecil kita tidak diperkenalkan dengan bahasa Jawa
sebagai bahasa ibu, maka hampir bisa dipastikan bahwa kita pun tidak
akan mengenal pengetahuan dan kebudayaan asli Jawa. Sebab akan
menjadi kesulitan tersendiri manakala kedua orang tua kita tetap
keukeuh
untuk mengajarkan pengetahuan dan kebudayaan asli Jawa dalam balutan
bahasa Inggris. Sehingga sudah bisa diprediksi bahwa ungkapan “Tak
kenal maka tak sayang” pun akan berlaku.

Bila sejak kecil seorang anak tidak mengenal pengetahuan dan
kebudayaan Jawa; bagaimana mungkin dia akan mencintainya? Bila sejak
kecil seorang anak tidak mengenal pengetahuan dan kebudayaan
Makassar; mana mungkin di saat dewasa nanti anak tersebut bisa kita
harapkan untuk melestarikan kebudayaan asli Makassar?

Bahasa Ibu dan Budaya Menulis

Mungkin antara
bahasa ibu dan budaya menulis tidak mempunyai hubungan yang berkaitan
lurus satu sama lain. Karena banyak dijumpai, para penulis yang
menghidupi budaya menulis dalam hidupnya namun tidak menuturkannya
dalam bahasa ibu yang mereka kuasai.

Secara umum
kebanyakan penulis akan memakai yang sebagian besar dikuasai oleh
para “pembaca” atau “penggemar” tulisan-tulisannya. Jika
seseorang menulis untuk audiens yang sebagian besar menjadikan bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris sebagai bahasa utama komunikasinya
sehari-hari; maka penulis itu akan mewujudkan artikelnya dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris.

Hal serupa juga
terjadi manakala seseorang tengah berbicara dengan orang lain atau
orang-orang yang dikenalnya; maka dengan serta merta orang tersebut
akan mempergunakan bahasa apa yang paling dominan dipergunakan
sebagai sarana komunikasi. Jadi kesamaan suku tidak selalu dapat
dijadikan ukuran yang pasti mengenai pemakaian bahasa lisan; entah
itu dikaitkan dengan bahasa ibu atau bahasa daerah tertentu.

Dengan demikian
dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud bahasa ibu itu tidak selalu
identik dengan bahasa daerah setempat; karena bisa jadi bahasa asing
tertentu bisa menjadi bahasa ibu bagi bagi sebagian orang. Tentu
latar belakang peristiwa dan asal usul kedua orang tua dari seorang
anak akan turut menentukan label “bahasa ibu” pada anak-anak
mereka.

Dalam
situs resminya, UNESCO (Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) menekankan
bahwa keragaman bahasa kini semakin terancam sebab semakin banyaknya
bahasa yang menghilang dari atas bumi ini. Untuk itu, UNESCO di tahun
2021 ini mengangkat tema: “Fostering
multilingualism for inclusion in education and society
”
(membina multibahasa untuk inklusi dalam pendidikan dan masyarakat.”

Secara global, 40
persen penduduk dunia saat ini tidak memiliki akses ke dalam bidang
pendidikan dalam bahasa yang mereka gunakan atau pahami sehari-hari.
Namun demikian, kemajuan sedang dibuat dalam pendidikan multibahasa
berbasis “bahasa ibu” dengan pemahaman yang berkembang tentang
pentingnya, terutama di sekolah usia dini, dan lebih banyak komitmen
untuk pengembangannya dalam kehidupan publik.

Sebagai warga negara Indonesia yang
baik, mari kita ikuti anjuran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia berikut, “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan
Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing!”

Dan berkaitan dengan bahasa ibu, maka
dapat kita berlakukan dalam diri kita masing-masing, “Bahasa ibu:
sayang jika tak dikuasai, teramat sayang bila tak dilestarikan!”

Banjarmasin, 21 Februari 2021

Post Views: 69
bahasa asing bahasa daerah bahasa ibu budaya menulis Dunia Menulis ide Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan keukeuh Lomba Menulis PGRI Bulan Februari 2021 Menulis tradisi Jawa

Navigasi pos

Previous post
Next post

Related Posts

Seri Motivasi Menulis Bagi Guru (Bagian 6)

Posted on Juni 15, 2022

Foto Chairil Anwar yang banyak menghiasi berbagai media dan penerbitan di alamat: https://dialektis.co/chairil-anwar-di-keabadian-walau-singkat-namun-melegenda/   Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau   Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang   (Chairil Anwar, “Aku”, Maret 1943)   Cuplikan puisi berjudul “Aku”…

Read More

Bagian 10. WALAU PANDAI MENULIS, JANGAN SOMBONG!

Posted on Juli 24, 2025Juli 3, 2025

Kepandaian seorang penulis biasanya diakui oleh orang-orang di sekelilingnya, juga oleh orang-orang yang selama ini membaca karya-karyanya. Pengakuan ini bisa disampaikan dalam berbagai bentuk dan cara, yang paling sederhana misalnya dengan memberikan tanda jempol (atau like) pada setiap karya tulis yang dihasilkannya. Cara lain untuk memberikan “apresiasi” adalah dengan menyampaikan…

Read More

Bagian 15. ADA CURHAT DALAM TULISAN KITA

Posted on Maret 10, 2025Maret 9, 2025

Bagi para penggiat media sosial (medsos), menuliskan curhatan di hati sudah menjadi salah satu pilihan yang banyak dilakukan. Salah satu alasannya karena bentuk tulisan berupa curhat ini seringkali tidak memerlukan outline atau kerangka tulisan yang terlampau serius, bahkan untuk curhatan yang isinya panjang lebar kesana-kemari. Tulisan seperti ini bisa jadi…

Read More

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cari :

Arsip :

  • Juli 2025
  • Maret 2025
  • Februari 2025
  • Desember 2024
  • November 2024
  • Oktober 2024
  • Juli 2024
  • November 2023
  • Oktober 2023
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • Februari 2021
  • Januari 2021

Hubungi :

Bila ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau ingin memberikan masukan untuk membangun situs ini, silakan menghubungi email yang ada atau melalui media sosial yang tercantum pada laman ini.

Banjarmasin, South Borneo, Indonesia
gurudionindonesia@gmail.com
©2025 Guru Dion Indonesia | WordPress Theme by SuperbThemes