Blended Learning: Penerapan Konsep “Merdeka Belajar” untuk Hasil Maksimal Posted on Oktober 23, 2023 By gurudionindonesia Sumber gambar: http://www.staloysiusla.org) “Guru Indonesia yang tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus tersulit. Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.” Itu adalah cuplikan pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) setahun silam. Di bagian lain pidatonya, Mas Menteri berkata demikian: “Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia”. Beberapa minggu kemudian, program “Merdeka Belajar” pun digulirkan oleh Kemendikbud RI. Kebijakan strategis ini digulirkan sebelum 100 hari sejak Mas Menteri dilantik sebagai Mendikbud RI pada 23 Oktober 2019 lalu, dan program ini sejalan dengan target Pemerintahan Joko Widodo periode kedua, yang diamanatkan pada Nawacita kelima, yaitu “untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.” Jauh sebelum program Merdeka Belajar dirilis oleh Kemendikbud, saya sudah menerapkannya di lapangan melalui model pembelajaran “Blended Learning”. Bahkan sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, saya sudah menerapkan blended learning ini dalam proses belajar mengajar di kelas-kelas yang saya ampu. Metode blended learning sendiri merupakan kombinasi antara kegiatan belajar mengajar secara tatap muka (konvensional) yang dipadukan secara harmonis dengan metode e-learning. Hadion Wijoyo dalam buku “Blended Learning Suatu Panduan” (2020:6), mengemukakan bahwa dengan adanya blended learning, pembelajaran dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja menggunakan internet. Pelajar dapat mengakses materi secara leluasa dan dituntut dapat belajar secara mandiri karena bahan ajar tersimpan secara online. Antara pengajar dan yang diajar dapat memberikan feedback baik berupa pertanyaan dan saran secara realtime. Sehingga diskusi serta tanya jawab antara pendidk dan peserta didik tidak hanya berlangsung di jam pelajaran namun juga dapat berlangsung di luar jam pelajaran. Tentunya proses belajar mengajar menjadi lebih efisien dan lebih efektif karena komunikasi dan interaksi antara dua pihak dapat terus terjadi bukan hanya saat jam pelajaran. Setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia, khususnya di Banjarmasin dan Kalimantan Selatan pada umumnya; saya masih tetap menyelenggarakan sistem blended learning dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Dan kegiatan serupa tetap berlangsung hingga kini saat New Normal (Kenormalan Baru) telah dijalankan. Bagi saya, blended learning ini memang mempunyai daya tarik tersendiri. Meski sebagian guru mungkin akan lebih menyukai penerapan pembelajaran tatap muka, yang tentu lebih mudah diaplikasikan dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Dengan kata lain, guru hanya cukup berada di satu dunia saja, yaitu “dunia nyata” atau tatap muka tadi. Sedangkan untuk blended learning, akan menuntut kita untuk selalu berada di dunia dunia, yaitu dunia nyata dan dunia nyata. Khusus untuk pelaksanaan proses belajar mengajar sejak pandemi Covid-19 terjadi, aktivitas tatap muka yang semula saya laksanakan secara konvensional kemudian berubah menjadi virtual (daring). Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari pihak sekolah dan yayasan yang menaunginya. Meskipun sama-sama menerapkan kegiatan belajar secara online atau daring, setiap guru dapat mengkombinasikannya dengan aktivitas lain yang dapat melengkapi kegiatan utama tersebut. Keberadaan lembar tugas siswa pun ada yang memakai lembaran kertas tercetak, namun ada pula yang sudah mengadopsi lembar kerja berbentuk daring. Sebelumnya Covid-19 melanda, aktivitas blended learning ini saya terapkan pada siswa kelas 7 dan kelas 9 SMP yang dipercayakan kepada saya. Dan mata pelajaran yang saya bawakan adalah Bahasa Indonesia. Di semester ganjil TA 2019/2020 saya sudah mulai menerapkan blended learning, meski mungkin belum sepenuhnya; karena sebagian tugas-tugas siswa dan sejenisnya ada yang masih berbentuk lembaran kertas tercetak, sehingga secara persentase baru sekitar 75% saja. Sedangkan pada semester genap, saya telah berhasil menerapkan blended learning di kisaran angka 90%. Manakala saya memasuki tahun ajaran baru 2020/2021 kemarin, saya menerapkan blended learning secara penuh di kelas 8 SMP; dengan kata lain saya tidak lagi menyediakan lembar kerja bagi siswa dalam format tercetak. Namun totalitas tersebut tidak serta merta bisa saya terapkan dalam pembelajaran Komputer untuk siswa SD kelas 1 dan kelas 2. Dua bulan pertama, saya masih memanfaatkan lembar kerja siswa berbentuk tercetak bagi siswa-siswi SD kelas 1 dan kelas 2 tersebut. Menjelang bulan ketiga, mereka sudah saya perkenalkan dengan lembar kerja berbentuk daring dalam wujud permainan games online dan Google Formulir. Bagi siswa kelas 8, kegiatan belajar dengan metode blended learning bisa dikatakan sudah berjalan di atas relnya. Berhubung secara umum kebosanan sudah mulai dialami siswa akibat penerapan model pembelajaran yang hampir serupa disertai penugasan yang relatif banyak menyita waktu siswa; maka secara pribadi saya mencoba membenahi pola pembelajaran yang saya terapkan sehari-hari. Akhirnya berbagai variasi saya terapkan di lapangan. Tentu semuanya saya mulai dengan kegiatan “trial and error” atau masa ujicoba bersama siswa. Bila hasilnya belum sesuai harapan, maka saya akan mencoba melakukan perbaikan yang diperlukan sekaligus melakukan ujicoba berikutnya. Bila hasilnya tetap tidak sesuai harapan, maka saya akan mencoba menerapkan variasi lainnya yang dirasa lebih cocok. Masalah jaringan yang terkadang secara tiba-tiba mendadak “tidak stabil” menjadi salah satu problem yang belum bisa diatasi dengan mudah. Jangan salah, meskipun saya dan siswa-siswi yang saya damping berada di Kawasan perkotaan, namun bukan berarti kondisi jaringan internetnya akan selalu 100% baik-baik saja! Dan menanggapi situasi tersebut, saya dan siswa-siswi yang saya dampingi kini telah memahami alasannya, sehingga tidak lagi menganggapnya sebagai suatu kejadian yang serius. Apalagi kita pun tentu sudah memahami fakta di lapangan bahwa di masa pandemi ini jumlah frekuensi pemakaian internet di mana-mana melonjak tinggi. Bila posisi kita saat online berada pada jaringan yang penuh sesak oleh sesama pemakai internet, maka hal itu kemungkinan menjadi penyebab jitu “kendala jaringan” yang melanda laptop, komputer, atau smartphone kita. Yang pasti, dengan memaklumi situasi tersebut, saya pribadi biasanya melakukan usaha-usaha tambahan agar siswa-siswi yang saya damping tetap memperoleh materi dan latihan soal-soal secara maksimal. Untuk siswa-siswi SMP, biasanya saya memanfaatkan aplikasi Google Classroom atau aplikasi lain yang memadai agar materi pembelajaran tetap tersedia untuk “diakses” siswa secara mandiri. Artinya, bila ada siswa saya yang mengalami kendala jaringan pada suatu ketika, siswa bersangkutan tetap bisa mengakses materi secara utuh pasca BDR yang diikutinya berakhir. Sedangkan untuk siswa-siswi SD, saya akan menyediakan video tutorial menggambar, latihan soal-soal, dan permainan games berisi “konten pelajaran”, yang dibagikan melalui pesan WhatsApp. Jadi meskipun terjadi gangguan karena kendala jaringan saat menyampaikan tutorial menggambar misalnya, siswa tetap dapat mengakses tutorial yang sama di saat yang lain melalui tautan yang saya kirimkan. Dengan melaksanakan metode pembelajaran yang demikian, sebagai guru saya sudah berusaha melaksanakan kewajiban saya secara maksimal di satu sisi; dan di sisi lain siswa pun dapat memeroleh haknya secara maksimal pula. Sehingga kegiatan BDR yang kami jalankan dan alami bersama tetap terasa menyenangkan dan bermakna. Saya memakai istilah “menyenangkan” untuk mewakili perasaan siswa yang tidak perlu khawatir akan tertinggal materi pembelajaran, meskipun misalnya terjadi kendala jaringan internet, atau siswa tidak hadir saat BDR berlangsung dengan alasan-alasan tertentu. Dan saya memakai istilah “bermakna” untuk menggambarkan bahwa siswa pun dapat mengulangi materi pembelajaran yang sudah diajarkan sebelumnya secara mandiri, dengan begitu siswa dapat membiasakan diri untuk memelajari bagian-bagian materi yang belum dikuasainya dengan baik. Sebuah pertanyaan lain mungkin akan dilontarkan kepada saya: “Apakah Bapak merasa kerepotan dengan melaksanakan blended learning?” Dengan santai saya akan menjawab pertanyaan tersebut kurang lebih dengan kalimat seperti ini, “Jika sejak awal saya merasa direpotkan dengan metode ini, maka saya tidak akan pernah mencobanya! Dan saya melaksanakan metode blended learning juga tidak monoton; namun saya kombinasikan juga dengan metode-metode pembelajaran lainnya, untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan.” Bila sebagai guru saya merasa begitu bersemangat mengajar di ruang virtual dengan berbagai jurus sakti yang pernah saya pelajari melalui berbagai webinar yang pernah saya ikuti sejak pandemi Covid-19 ini dimulai; maka bukan suatu kebetulan jika siswa-siswi yang saya dampingi di ruang-ruang belajar virtual yang berhasil tercipta pun akan ikut dalam dinamika dan gelombang yang saya bawa di setiap perjumpaan yang terjadi. Cepat atau lambat, para siswa tersebut akan mampu menyamakan frekuensinya dengan frekuensi saya yang menjadi sumber ilmu di dunia virtual yang sedang dan akan terus kita jelajahi bersama. Kita akan menjelajahinya tidak hanya selama pandemi Covid-19 ini berlangsung, namun juga sesudahnya, saat Corona hanya tinggal kenangan dan cerita. Dari pelaksanaan blended learning yang sudah berjalan selama 2 tahun ajaran berturut-turut, saya dapat menyampaikan beberapa kesimpulan, antara lain: 1) Pembelajaran tatap muka bisa dimaksimalkan dalam praktik sehari-hari; 2) Tugas-tugas siswa dapat diakses dan dikerjakan siswa secara online maupun offline; 3) Siswa dapat mempelajari materi pembelajaran di mana saja dan kapan saja; 4) Materi dapat diakses melalui komputer/laptop/gadget; 5) Siswa dapat memilih waktu belajar yang sesuai di luar jam tatap muka atau saat online bersama guru di kelas daring; 6) Saat pandemi Covid-19 berlangsung, secara pribadi saya tidak terlampau panik ketika harus menghadapi BDR, karena saya dapat melanjutkan aktivitas di kelas-kelas yang saya ampu melalui Google Classroom yang sudah ada sebelumnya; 7) Pencapaian nilai siswa secara umum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu; dan 8) Saat kuesioner online diedarkan, 50% siswa setuju bila blended learning dilanjutkan dan 50% siswa berpendapat bahwa dengan blended learning, pilihan alternatif cara belajar siswa akan bertambah. Banjar, 14 Februari 2021 CATATAN : Tulisan dimuat pertama di Situs Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar di alamat https://sultan-disdik.banjarkab.go.id/2021/05/19/blended-learning-penerapan-konsep-merdeka-belajar-untuk-hasil-maksimal/ juga dimuat dalam penerbitan Buku Antologi “Gempita Literasi di Tengah Pandemi” terbitan APKS PGRI Kabupaten Banjar dan Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar, 2021. Post Views: 2 blended learning karya ilmiah populer KTI
ASEAN Berbagi Praktik Baik Inspirasi Modul PembaTIK Level 4 #1: Pengalaman Sebagai Penulis Buku Antologi ASEAN 2023: “Gagasan Inspiratif Masyarakat Indonesia untuk Dunia” Posted on Oktober 25, 2023Oktober 6, 2024 Sumber gambar : Cover Buku Antologi ASEAN 2023 Tak kurang dari 230 orang penulis dengan berbagai latar belakang keilmuannya berkontribusi sekaligus berkolaborasi dalam penerbitan buku antologi berjudul “ASEAN 2023: Gagasan Inspiratif Masyarakat Indonesia untuk Dunia”. Yanuardi Syukur selaku editor buku antologi ini mengungkapkan kesannya selama membidani kelahiran antologi setebal… Read More