Skip to content
Guru Dion Indonesia
Guru Dion Indonesia
  • Home
  • Dunia Menulis
  • Komputer
  • Galeri Karya
Guru Dion Indonesia
Guru Dion Indonesia

Saat Jiplak-Menjiplak Dianggap Bagian dari Budaya

Posted on Februari 6, 2021 By gurudionindonesia

Ilustrasi Menyontek Saat Ujian

(Sumber gambar: https://bangka.tribunnews.com )

Oleh:
Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

Jiplak menjiplak, bajak membajak, sudah
dianggap biasa terjadi di dunia perbukuan sejak dulu. Bahkan soal ini
pun sudah merambah ke bidang lainnya, sebut saja dunia perfilman,
dunia hiburan, dunia artis, dan lain sebagainya. Bahkan di dunia maya
pun yang namanya penjiplakan atau beken dengan istilah plagiat juga
marak terjadi!

Bagaimana dengan nasib sebuah tulisan
yang kita buat dengan susah payah: yang ketika kita posting di blog
pribadi hanya sanggup meraup puluhan pembaca, namun ketika “idenya”
dijiplak penulis lain dan diunggah di blog pribadinya justru berhasil
meraih puluhan kali lipat jumlah pembaca?

Tentu rasa kecewa itu ada dan akan kita
alami. Tentu di saat-saat seperti itu emosi kita tiba-tiba meluap tak
terbendung. Mau marah rasanya serba salah. Mau menuntut tapi kita tak
punya keberanian untuk mengungkapkannya kepada yang bersangkutan.

Bila tulisan yang kita buat ditayangkan
oleh situs ternama dengan label “hak cipta” padanya, barangkali
urusan gugat-menggugat bisa kita lanjutkan. Namun jika tulisan
tersebut hanya kita terbitkan dalam blog yang sifatnya pribadi, maka
yang biasa terjadi adalah pembiaran atas pelanggaran itu sendiri.
Barangkali tak banyak yang bisa kita lakukan selain mengelus dada dan
prihatin atas kejadian itu.


Jiplak-Menjiplak: Sebuah Budaya?

Jika kita membuka
Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kita akan menemukan makna dari
istilah “menjiplak” yang dimaknai sebagai kegiatan atau aktivitas
mencontoh atau meniru (tulisan, pekerjaan orang lain). Dalam kamus
ini pun kita akan menemukan padanan kata untuk istilah “menjiplak”
yaitu mencontek yang berarti mengutip (tulisan dan sebagainya)
sebagaimana aslinya.

Sebenarnya sejak
berada di bangku sekolah dasar, kita sudah dibiasakan oleh Bapak dan
Ibu guru kita saat itu untuk menghindari budaya mencontek ini. Tentu
Bapak dan Ibu guru kita mempunyai alasan yang pasti mengapa kita
diminta tidak melakukan perbuatan tidak terpuji ini.

Sebenarnya sejak
berada di bangku sekolah dasar, kita sudah dibiasakan oleh Bapak dan
Ibu guru kita saat itu untuk menghindari budaya mencontek ini. Tentu
Bapak dan Ibu guru kita mempunyai alasan yang pasti mengapa kita
diminta tidak melakukan perbuatan tidak terpuji ini.

Semua tentu ada
hubungannya dengan masa depan kita masing-masing. Meski sudah bisa
ditebak pada di saat kita masih kecil, sebagian anak ada yang
beranggapan bahwa menyontek adalah solusi untuk meraih prestasi
terbaik di kelasnya masing-masing. Meskipun sebagian siswa lainnya
sangat menyadari bahwa menyontek adalah perbuatan curang yang tidak
perlu dilakukan!

Jika sejak duduk
di bangku sekolah dasar seorang anak sudah akrab dengan dunia
menyontek, bahkan anak tersebut telah merasa enjoy dan
menganggap bahwa aktivitas tidak terpuji ini sebagai bagian dari
perjalanan studinya; maka sudah bisa ditebak bahwa kegiatan menyontek
tersebut berlahan namun pasti akan tumbuh dan berkembang menjadi
sebuah “budaya”!

Dalam
KBBI disebutkan pengertian dari budaya, yaitu sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Nah, demikianlah yang akan
terjadi jika seorang anak telah terbiasa dan menganggap menyontek
sebagai sebuah kebiasaan. Aktivitas yang tidak terpuji ini akan terus
berlanjut ke jenjang-jenjang pendidikan yang lebih tinggi; bahkan
tidak menutup kemungkinan akan tetap menjadi tradisi saat anak
tersebut telah menjadi seorang mahasiswa di perguruan tinggi. Tak
peduli apakah dia sedang menempuh pendidikan sarjana atau pasca
sarjana. Karena baginya menyontek sudah dianggap sebagai “the
way of my life
”!

Imbas ke Dunia Kepenulisan

Jika seseorang
telah terbiasa dan merasa enjoy melakukan aktivitas menyontek selama
menempuh pendidikan di bangku sekolah formal; bukan tidak mungkin
ketika telah menjadi seorang penulis, dia pun masih tetap dihinggapi
virus “jiplak-menjiplak” ini!

Hanya berbekal
rasa gengsi dan takut dianggap tidak mampu menulis, maka dia pun
mengerahkan segala macam cara untuk mengatasi kekurangannya tersebut.
Maka bisa jadi dia memanfaatkan mesin pencari Google untuk mencari
sumber tulisan yang bisa dijiplaknya.

Setelah merasa
menemukan tulisan dimaksud, jari-jemarinya akan segera bergerak untuk
menyalin isi situs tersebut, melakukan modifikasi seperlunya,
menggabungkannya dengan artikel-artikel lain yang kelihatannya
mempunyai isi senada, membubuhkan judul baru, lalu mempostingnya di
blog pribadi atau pada salah satu komunitas blog yang diikutinya.
Beres!


Menjadi “Penulis Sejati” Jauh
Lebih Menantang!

Jika aktivitas
demikian terus berlanjut dan penulis yang bisa kita labeli sebagai
“tukang jiplak” tersebut masih terus membuat artikel atau tulisan
di blog atau komunitas blog yang diikutinya dengan cara demikian,
apakah kita bisa menjamin bahwa si penulis tadi akan terus-menerus
menjadi seorang “penjiplak ulung” di suatu hari nanti?

Secara sederhana,
ada dua peluang yang akan terjadi di masa depan. Peluang pertama, si
penulis akan tetap berada di relnya sebagai “tukang jiplak”. Dan
peluang kedua, si penulis bukan tidak mungkin akan mengalami
transformasi dan berubah menjadi seorang penulis sejati!

Sampai di sini
para pembaca pasti ada yang mulai protes, “Lha, kok bisa seperti
itu?”

Di dunia ini tentu
tidak ada hal yang tidak mungkin. Analoginya seperti penulis yang
awalnya kita labeli sebagai “penjiplak ulung” tadi. Sudah barang
tentu, mereka-mereka yang tidak tahu-menahu mengenai sepak terjang
asli si penulis tadi akan beranggapan bahwa penulis tersebut adalah
benar-benar seorang “penulis sejati”; meskipun pada kenyataannya
dia adalah seorang “penjiplak ulung” yang malang melintang di
dunia blogger atau komunitas sejenis.

Namun jika dalam
perjalanan si penulis tadi mulai mau belajar sedikit demi sedikit;
maka bukan tidak mungkin dia pun akan menjadi insaf dan sadar akan
kekeliruannya dan bertekad akan memperbaiki dirinya; maka di saat
itulah si penulis akan mengalami transformasi hebat untuk menjadi
seorang “penulis sejati”!

Boleh percaya,
boleh juga tidak. Yang pasti, dunia kepenulisan sangat menuntut
proses yang harus dijalani oleh seseorang yang mengakui dirinya
sebagai seorang penulis. Jika proses ini lambat laun dapat
mengarahkannya kepada jalan yang benar, maka sudah bisa dipastikan
bahwa seorang penulis akan menjadi seorang penulis sejati di suatu
hari nanti; meskipun pada awalnya dia berangkat dari dunia
jiplak-menjiplak yang dianggapnya seru dan menantang itu.

Padahal yang
terjadi sebenarnya adalah, menjadi seorang “penulis sejati” jauh
lebih menantang!

Banjarmasin, 7 Februari 2021

Post Views: 53
bajak contek dunia Dunia Menulis dunia perbukuan ide jiplak Kamus Besar Bahasa Indonesia Lomba Menulis PGRI Bulan Februari 2021 Menulis plagiat

Navigasi pos

Previous post
Next post

Related Posts

Seri Motivasi Menulis Bagi Guru (Bagian 24)

Posted on Juli 2, 2022

 Tangkapan Layar Lembar Google Form “Pengumpulan Link Tulisan Peserta Tantangan OmJay Menulis Di Blog Periode 10 Juni – 10 Juli 2022”    “Link Pengumpulan Tulisan Peserta Tantangan Om Jay Menulis di Blog Periode 10 Juni – 10 Juli 2022,” demikian bunyi pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkan oleh Om Jay kemarin…

Read More

Bagian 15. ADA CURHAT DALAM TULISAN KITA

Posted on Maret 10, 2025Maret 9, 2025

Bagi para penggiat media sosial (medsos), menuliskan curhatan di hati sudah menjadi salah satu pilihan yang banyak dilakukan. Salah satu alasannya karena bentuk tulisan berupa curhat ini seringkali tidak memerlukan outline atau kerangka tulisan yang terlampau serius, bahkan untuk curhatan yang isinya panjang lebar kesana-kemari. Tulisan seperti ini bisa jadi…

Read More

Bagian 33. MENULIS TENTANG SESEORANG YANG TAK PERNAH LAGI KITA SAPA

Posted on Maret 27, 2025Maret 25, 2025

Pernahkah Anda menuliskan kisah tentang seseorang yang tak pernah lagi Anda sapa selama beberapa bulan atau beberapa tahun terakhir? Penyebabnya bisa beraneka ragam, mungkin tidak pernah lagi berjumpa dengannya? Atau mungkin Anda hilang kontak karena kehilangan nomor telepon atau sebagai akibat dari akun medsosnya yang tidak lagi aktif selama beberapa…

Read More

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cari

Arsip

  • Maret 2025
  • Februari 2025
  • Desember 2024
  • November 2024
  • Oktober 2024
  • Juli 2024
  • November 2023
  • Oktober 2023
  • Juli 2022
  • Juni 2022
  • Mei 2022
  • Februari 2021
  • Januari 2021

Hubungi :

Bila ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau ingin memberikan masukan untuk membangun situs ini, silakan menghubungi email yang ada atau melalui media sosial yang tercantum pada laman ini.

Banjarmasin, South Borneo, Indonesia
gurudionindonesia@gmail.com
©2025 Guru Dion Indonesia | WordPress Theme by SuperbThemes